Deskripsi Singkat :
Semua produk yang ada di sini tersedia online maupun offline. Keterangan produk online maupun offline akan selalu kami cantumkan pada setiap deskripsi produk. Pembelian barang bervariasi dalam satu akumulasi hanya bisa dalam kategori offline. Untuk toko offline silahkan hubungi kontak yang tersedia.
Pengiriman :
JNE Reguler, J&T, NINJA, POS Indonesia, TIKI
Indonesia mengalami darurat
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Bahkan,
kasus korupsi
sudah beberapa kali menjadi tajuk utama di negeri ini, sebagian besar
diduga melibatkan para pejabat tinggi negara sampai politisi. Apakah
Indonesia susah dari belenggu korupsi?, Mau tidak mau bangsa Indonesia
harus melihat akar
sejarah korupsi itu sendiri berasal.
Bagaimana korupsi itu bermula di Indonesia hingga separah saat ini?
Seorang jenderal zaman Soeharto (orde baru), Jenderal Soemitro percaya di era kemerdekaan hampir tidak ada
kasus korupsi.
Saat era kemerdekaan, semua pajak yang disematkan dalam setiap
perdagangan, baik ekspor maupun impor disesuaikan dengan nilai barang
yang dikirim. Besaran nilai ditentukan oleh pemerintah daerah setempat.
Jenderal Soemitro yang saat itu menjabat menjadi salah satu pembantu
Jenderal Moersyid pada 1964-1965 memperhatikan arus ekspor tengkawang di
Pontianak, Kalimantan Barat. Daerah ini biasanya digunakan sebagai
bahan kosmetik.
Usai tragedi gerakan 30 September (G30S), dan Orde Baru berkuasa, banyak
kebijakan berubah. Kebijakan ekspor tak lagi dipegang daerah, melainkan
harus dipegang pemerintah pusat. Kondisi ini menyebabkan perpindahan
besar-besaran kantor pusat yang bermula berada di daerah ke Jakarta.
Termasuk kantor pusat pengekspor Tengkawang.
Dalam awal kebijakannya, perizinan ekspor impor barang harus dilakukan
di Jakarta. Kondisi ini membuat beberapa perusahaan membangun kantor
cabang di ibu kota. Namun, pemerintah Orde Baru memutuskan mengubah
sistem perpajakan di mana perhitungan pajak ditentukan sepenuhnya oleh
pusat.
"Dengan demikian, kalau di daerah perhitungan dilakukan berdasarkan
realita ekspor, berdasarkan hasil nyata. Setelah kantor eksportir
tengkawang tersebut di Jakarta perhitungan cuma berdasarkan angka-angka
di kertas, fiktif," ungkap Soemitro dalam bukunya
'Soemitro: Dari Pangdam Mulawarman Sampai Pangkopkamtib' yang ditulis Ramadhan FK terbitan Pustaka Sinar Harapan tahun 1994.
Hal tersebut yang menjadi awal mula korupsi, kebijakan yang
dilakukan sebelumnya didasarkan kepada daerah masing-masing, diubah
dengan sistem sentralistik. Kondisi itu menyebabkan terjadinya
kongkalikong antara pengusaha dan birokrat agar cepat merealisasikan
permintaan mereka.
|
"Kalau eksportir Tengkawang itu harus membayar Rp 100 juta,
pikirnya, mengapa tidak membayar Rp 25 juta saja ditambah memberi Rp 10
juta ke orang yang dari kantor pajak itu. Perhitungannya seperti itu
bisa menambah untungnya Rp 60 juta," bebernya.
Tak hanya itu,
korupsi yang menjangkiti pejabat maupun PNS di negeri ini terjadi
akibat adanya perubahan gaya hidup akibat overcentralistic atau sentralistik yang berlebihan. Di mana setiap orang
terdorong menjadi konsumerisme dengan berdirinya berbagai pusat perbelanjaan, serta tingginya keinginan untuk memiliki sesuatu.
Soemitro mengatakan gara-gara sentralistik ekspor tradisional yang
biasanya dilakukan secara turun menurun oleh masyarakat adat menjadi
mati.
Seperti yang dialami pengekspor kacang kedelai asal Aceh, tidak bisa lagi menjual barangnya ke Penang, Malaysia.
Kondisi ini juga menyebabkan pengusaha tersebut terpaksa menemui pegawai
negeri di Jakarta untuk mengajukan izin ekspor. Alhasil, pegawai
tersebut memanfaatkannya dengan meminta
'uang jasa'. Di saat
bersamaan pembangunan di Jakarta semakin cepat, ditambah semakin
menjamurnya properti mewah, bioskop hingga pusat perbelanjaan.
Budaya feodal juga diyakini masih mengikat sebagian besar masyarakat. Ketika
pejabatnya korupsi,
tindakan serupa juga diikuti bawahannya. Alhasil, pengawasan tidak bisa
dilakukan karena atasannya keburu merasa berdosa. Korupsi yang
dilakukan pusat juga diikuti daerah.
"Ternyata benar sinyalemen Bung Hatta bahwa korupsi mulai membudaya di Indonesia," tambah pria yang sempat menjadi Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ini.
Di era Orde Baru, jabatan inilah yang paling ditakuti siapa pun.
Pegawai yang sebelumnya hanya berniat memiliki rumah kontrakan, kini
bisa membeli satu bahkan lebih. Rising demand ini juga menyebabkan
praktik kolusi antara pengusaha, birokrat dan politikus akibat
proyek-proyek yang seluruhnya ditangani kekuasaan.
"Saya saksikan itu semua dan saya membencinya. Menurut pendapat saya,
kesalahan bidang politik lebih terhormat daripada kesalahan
karena korupsi."
Untuk Pembelian dalam jumlah Banyak, Silakan Kontak Customer Service Kami untuk mendapatkan harga terbaik
HOTLINE Hubungi Kami di Contact
PENGIRIMAN dengan Kurir Terpercaya
Produk Terkait :