Nama Raden Sungging mungkin sudah tak asing lagi di telinga warga Kota
Depok. Ia adalah salah seorang tokoh agama Islam dari Citayam, Depok
yang konon memiliki kesaktian yang cukup tinggi.
Alhasil, dengan ilmu kanuragannya itu, Raden Sungging pun menjadi salah satu jawara yang ditakuti pemerintah kolonial Belanda.
Karena kebijakan, ketegasan dan kesaktiannya, oleh masyarakat setempat
Raden Sungging akhirnya diangkat sebagai pemimpin untuk melindungi
Citayam dari ancaman Belanda.
Ancaman itu berupa masuknya paham-paham barat yang bertentangan dengan adat istiadat timur, terutama agama Islam.
Pada awalnya, Raden Sungging membiarkan orang-orang Belanda berbuat
semaunya, asal tidak mengganggu masyarakat dan melecehkan agama.
Namun, nyatanya, mereka mulai melanggar larangan tersebut, seperti
mabuk-mabukan dan berjudi. Tak tinggal diam, Raden Sungging bersama
masyarakat kemudian menemui orang Belanda agar mereka menghentikan
kelakuannya.
Alih-alih ingin menegur, upaya yang ditempuh Raden Sungging justru
mendapat tantangan. Ya, sejumlah serdadu Belanda mengajaknya untuk
berperang.
Namun, pihak Belanda memutuskan untuk bertempur di luar Depok, yaitu di kawasan Bekasi.
Alasannya, untuk mencegah kerusakan di dalam kota. Dengan mantap, Raden Sungging pun menyanggupinya.
***
"Sebelum pertempuran dimulai, Raden Sungging gencar memberikan
pesan-pesan yang mengajak masyarakat untuk bersatu melawan penjajah.
Pesan inilah yang membuat masyarakat semakin bersemangat mengahadapi
perang tersebut," kata salah satu pengamat dan pemerhati sejarah Depok
Diki Erwin pada VIVA.co.id.
Pada hari yang telah ditentukan, Raden Sungging beserta sejumlah
masyarakat Citayam berangkat ke Bekasi untuk meladeni tantangan serdadu
Belanda. Konon, berkat kesaktian sang Raden, senjata dan meriam tentara
Belanda tak bisa digunakan.
Hasilnya, pertempuran itu pun dimenangkan oleh pasukan yang dipimpin Raden Sungging.
Tapi, kemenangan itu tidak berlangsung lama, Belanda yang dendam dengan
kekalahan itu kemudian kembali lagi dengan jumlah pasukan yang lebih
banyak dengan peralatan yang lebih lengkap setelah meminta bantuan ke
Batavia.
Menghadapi serangan yang jauh dari kata seimbang itu, Raden Sungging dan pasukannya pun dipaksa menyerah.
Karena dianggap sebagai pemberontak, mereka pun akhirnya ditangkap dan
dipenjarakan di Penjara Cipinang, Jatinegara. Sebagai seorang pemimpin,
Raden Sungging tak ingin rakyatnya menjadi korban keganasan Belanda.
Ia meminta Belanda untuk membebaskan rakyatnya. Sebagai jaminan, Raden Sungging siap menerima hukuman mati.
"Permintaan ini disetujui oleh Belanda. Namun sebelum dieksekusi, Raden
Sungging mengajukan permintaan terakhir berupa makanan, minuman dan
rokok kesukaannya. Permintaan ini pun disanggupi pihak Belanda. Ketika
acara jamuan itu selesai, secara mendadak Raden Sungging meninggal.
Semua pejabat Belanda dibuat gempar," ungkap Diki.
Setelah kematian Raden itu, Pemerintah Belanda kemudian menguburkan dan
menjaga makam Raden Sungging selama satu pekan. Setelah satu pekan
berlalu, dan para prajurit Belanda meninggalkan makam tersebut timbul
keanehan.
Konon menurut cerita yang percaya warga sekitar secara turun-temurun,
Raden Sungging bangkit dari kuburnya dan berjalan menuju Depok. Setelah
sampai di Depok ia kembali memimpin Citayam.
"Ia juga memperingatkan agar penjajah Belanda jangan berbuat semena-mena
terhadap rakyat Depok. Dan menurut cerita, ancamannya kali ini ternyata
membuat takut Belanda," ungkap Diki.
Kejadian ini sontak membuat gembira rakyat Depok. Mereka menyerukan
kata-kata Ratu Jaya..Ratu Jaya.. Akhirnya, Raden Sungging pun diangkat
kembali menjadi penguasa atau raja setempat. Raden Sungging wafat dan
dimakamkan di Pondok Terong, Pancoran Mas Depok.